Then, in 1922 when he was 40 years old, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat changed his name to Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara ever studied at Europeesche Lagere School (ELS) at the Dutch colonial era it is an elementary school in Indonesia. After graduating from ELS, then he went to STOVIA (Bumiputera Medical School) is a school for the education of indigenous doctors in Batavia in the Dutch colonial era. This time it became the Faculty of Medicine, University of Indonesia. Although he did not could not complete his education because of illness.
Ki Hajar Dewantara worked as a writer and journalist in various newspapers, such as: Tjahaja Timoer, Midden Java, De Expres, Sediotomo, Kaoem Moeda, Poesara, and Oetoesan Indies. His writing is very communicative and brave with anti-colonial spirit. Besides work as a writer, he is also active in social and political organizations. Since 1908, the beginning of the Boedi Utomo (BO). Not only that, it turns Ki Hajar Dewantara also known as a prominent pioneer of education for the natives of Indonesia from the Dutch colonial era.
In fact, he managed to establish a school of the National University Student Park (National Institute of Taman Siswa Onderwijs) on July 3rd 1922. Ki Hajar Dewantara’s been appointed as Minister of Teaching Indonesia referred to as the Minister of Education, Teaching and Culture in the cabinet of the first Republic of Indonesia. For his service pioneered education in Indonesia, in 1957 he received an honorary doctorate of the University of Gadjah Mada (UGM).
Finally, he was declared as Father of National Education of Indonesia, as well as his birth day serves as National Education Day.
Ki Hajar Dewantara died on 26th April 1959 in Yogyakarta. He was buried at the Taman Wijaya Brata, tombs for Taman Siswa’s family. His face was also immortalized on the Indonesian currency denomination of old 20,000 rupiahs.
Terjemahan
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Dia berasal dari keluarga Pakualaman, putra GPH Soerjaningrat, cucu Pakualam III dan dibesarkan di sebuah keluarga di Kerajaan Yogyakarta.
Kemudian, pada tahun 1922 saat berusia 40 tahun, Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ki Hajar
Dewantara pernah belajar di Europeesche Lagere School (ELS) pada masa
penjajahan Belanda yang merupakan sekolah dasar di Indonesia.
Setelah lulus dari ELS, lalu ia pergi ke STOVIA (Bumiputera
Medical School) adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia di
era penjajahan Belanda. Kali ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Meski ia tidak bisa menyelesaikan pendidikannya karena sakit.
Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai penulis dan jurnalis di
berbagai surat kabar, seperti: Tjahaja Timoer, Jawa Midden, De Expres,
Sediotomo, Kaoem Moeda, Poesara, dan Oetoesan Indies. Tulisannya sangat
komunikatif dan berani dengan semangat anti-kolonial. Selain bekerja sebagai penulis, ia juga aktif dalam
organisasi sosial dan politik. Sejak 1908, dimulainya Boedi Utomo (BO). Tak
hanya itu, ternyata Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai pelopor pendidikan
terkemuka bagi penduduk asli Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Bahkan, ia berhasil mendirikan sekolah Taman Siswa
Universitas Nasional (Institut Nasional Onderwijs) pada tanggal 3 Juli 1922. Ki
Hajar Dewantara telah ditunjuk sebagai Menteri Pengajaran Indonesia disebut
sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan di kabinet Republik
Indonesia yang pertama. Untuk layanannya memelopori pendidikan di Indonesia, pada
tahun 1957 ia menerima gelar doktor kehormatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Akhirnya, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, dan juga hari kelahirannya berfungsi sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Akhirnya, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, dan juga hari kelahirannya berfungsi sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara meninggal pada tanggal 26 April 1959 di
Yogyakarta. Ia dimakamkan di Taman Wijaya Brata, makam keluarga Taman Siswa.
Wajahnya juga diabadikan pada denominasi mata uang Indonesia yang bernilai
20.000 rupiah.
Comments
Post a Comment